Angka Kelahiran dan Pernikahan di Korea Selatan Melonjak untuk Pertama Kalinya dalam Sembilan Tahun

Korea Selatan
Korea Selatan

Seoul, 26 Februari 2025 – Setelah bertahun-tahun mengalami penurunan, angka kelahiran dan pernikahan di Korea Selatan mengalami lonjakan signifikan pada tahun 2024. Hal ini merupakan perkembangan positif yang pertama kalinya dalam sembilan tahun terakhir. Memberikan harapan baru di tengah tantangan demografis yang dihadapi negara tersebut. Lonjakan ini diharapkan dapat memberikan dampak besar bagi perekonomian dan kesejahteraan sosial Korea Selatan. Tengah bergulat dengan isu populasi menua dan penurunan angka kelahiran.

Lonjakan Angka Kelahiran dan Pernikahan di Korea Selatan

Menurut data yang dirilis oleh Badan Statistik Korea, pada tahun 2024 angka kelahiran tercatat naik 2,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan angka pernikahan meningkat sebesar 3,1%. Ini adalah tanda-tanda pertama pemulihan setelah tren penurunan yang berlangsung hampir satu dekade. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa jumlah kelahiran mencapai sekitar 250.000 orang. Meskipun masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Namun memberikan harapan bagi masa depan demografi Korea Selatan.

Angka pernikahan juga menunjukkan angka yang menggembirakan, dengan sekitar 210.000 pasangan yang menikah pada tahun 2024. Kenaikan ini menunjukkan adanya peningkatan minat masyarakat terhadap institusi pernikahan. Meskipun sebelumnya, banyak pasangan muda yang enggan menikah karena tekanan ekonomi dan ketidakpastian sosial.

Faktor Penyebab Lonjakan Kelahiran dan Pernikahan

Beberapa faktor dipercaya menjadi penyebab utama dari kenaikan angka kelahiran dan pernikahan di Korea Selatan. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah yang mulai memperkenalkan insentif dan dukungan bagi keluarga muda. Program bantuan keuangan bagi pasangan yang baru menikah dan ibu hamil. Serta fasilitas daycare yang lebih terjangkau, turut berperan dalam mendorong pasangan untuk memiliki anak lebih banyak.

“Pemerintah Korea Selatan telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah penurunan angka kelahiran yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Beberapa kebijakan baru yang memberikan dukungan finansial bagi keluarga muda dan pasangan yang ingin menikah terbukti membantu mereka untuk membangun keluarga,” ujar Park Ji-hyun, seorang ahli demografi di Universitas Nasional Seoul.

Selain itu, adanya perubahan sosial dan budaya juga mempengaruhi keputusan pasangan muda untuk menikah dan memiliki anak. Lebih banyak pasangan kini melihat pentingnya membangun keluarga, dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi terhadap pentingnya keseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi.

Tantangan yang Masih Dihadapi

Meski angka kelahiran dan pernikahan mengalami lonjakan, Korea Selatan tetap menghadapi tantangan besar terkait demografi. Negara ini masih memiliki salah satu angka kelahiran terendah di dunia, dengan proyeksi bahwa pada tahun 2050. Lebih dari 40% penduduk Korea Selatan akan berusia di atas 65 tahun. Hal ini berpotensi menyebabkan krisis tenaga kerja dan membebani sistem jaminan sosial yang sudah rapuh.

Selain itu, harga properti yang tinggi, biaya hidup yang mahal, dan ketidakpastian ekonomi masih menjadi kendala utama bagi pasangan muda untuk memiliki anak. Di kota-kota besar seperti Seoul, harga rumah dan biaya hidup yang terus meningkat membuat banyak pasangan menunda pernikahan dan kelahiran anak.

“Di satu sisi, kebijakan pemerintah sudah menunjukkan hasil positif. Namun, di sisi lain, masalah struktural seperti biaya hidup yang tinggi dan ketegangan pasar tenaga kerja masih menjadi faktor yang menghambat pasangan muda untuk berani mengambil langkah-langkah besar, seperti menikah dan memiliki anak,” kata Kim Min-joo, seorang ekonom yang fokus pada masalah sosial.

Prediksi Masa Depan dan Langkah Ke Depan

Dengan kenaikan angka kelahiran dan pernikahan yang terjadi pada 2024, ada harapan bahwa tren ini dapat terus berlanjut. Namun, banyak pihak yang menekankan bahwa Korea Selatan harus terus mengatasi masalah-masalah struktural yang ada. Pemerintah diharapkan dapat mengimplementasikan kebijakan yang lebih berpihak pada keluarga muda, seperti subsidi perumahan dan penurunan biaya hidup untuk meringankan beban pasangan muda.

Selain itu, mendorong perubahan budaya yang lebih mendukung pembagian tanggung jawab antara pekerjaan dan keluarga juga dianggap penting. Di banyak negara maju, kesetaraan gender yang lebih baik di tempat kerja dan kebijakan cuti orang tua yang lebih fleksibel telah terbukti berhasil meningkatkan angka kelahiran.

“Untuk memastikan bahwa lonjakan ini bukanlah fenomena sesaat, Korea Selatan perlu menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi keluarga muda. Dengan memperkenalkan kebijakan yang lebih inklusif dan mendukung pembagian tugas di rumah dan pekerjaan, kita dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh masalah demografi,” tambah Kim Min-joo.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *