Jakarta, 26 Februari 2025 – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil naik tipis pada perdagangan hari ini, meskipun saham PT Pertamina (Persero) mengalami penurunan signifikan. Kenaikan IHSG yang tercatat sebesar 0,4% disertai dengan dampak negatif pada kinerja saham beberapa emiten besar. Termasuk Pertamina, yang terpukul oleh sentimen negatif terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan minyak negara tersebut.
Kasus Korupsi Menjadi Sentimen Negatif bagi Saham PT Pertamina
Sejak berita tentang dugaan kasus korupsi yang melibatkan PT Pertamina mencuat ke publik, saham perusahaan ini mengalami penurunan tajam. Dalam perdagangan hari ini, saham Pertamina tercatat turun sekitar 2,5%. Sentimen negatif ini membuat banyak investor meragukan kinerja finansial perusahaan minyak terbesar di Indonesia tersebut, yang berperan besar dalam perekonomian nasional.
Kasus ini melibatkan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan bahan bakar dan proyek-proyek infrastruktur yang dijalankan oleh Pertamina. Kejaksaan Agung yang telah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini mempengaruhi kepercayaan pasar terhadap stabilitas perusahaan. Akibatnya, sejumlah analis memperkirakan dampak jangka panjang yang cukup besar bagi Pertamina jika proses hukum berlanjut dan semakin terungkap banyaknya keterlibatan pihak internal perusahaan dalam praktik-praktik koruptif.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, penurunan harga saham PT Pertamina menyebabkan nilai pasar perusahaan tersebut menyusut sekitar Rp 10 triliun dalam waktu dua hari terakhir. Banyak investor lokal dan internasional yang memilih untuk menjual saham-saham Pertamina demi menghindari kerugian lebih lanjut. Salah satu analis pasar, Dwi Ardianto, mengatakan bahwa kondisi ini menciptakan ketidakpastian di kalangan para pelaku pasar yang sangat mempengaruhi harga saham Pertamina.
“Kasus ini memberikan dampak langsung kepada persepsi publik terhadap PT Pertamina. Meskipun secara finansial perusahaan ini masih solid, tetapi masalah hukum semacam ini sering kali mempengaruhi citra perusahaan di mata investor. Hal ini jelas mengurangi daya tarik saham Pertamina dalam jangka pendek,” ujarnya.
IHSG Mengalami Kenaikan Tipis
Meskipun saham PT Pertamina tertekan oleh sentimen negatif tersebut, IHSG secara keseluruhan berhasil mencatatkan kenaikan tipis pada hari ini. IHSG ditutup naik 0,4% atau 25 poin pada level 6.358, meskipun pasar cenderung bergerak fluktuatif. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan saham-saham sektor lainnya. Seperti sektor teknologi dan sektor finansial yang mengalami kinerja baik pada hari ini.
Sektor teknologi mencatatkan kenaikan yang signifikan, dengan saham-saham seperti Telkom Indonesia (TLKM) dan Bukalapak (BUKA) mengalami lonjakan harga. Sektor finansial juga menunjukkan kinerja positif, terutama saham-saham perbankan yang didorong oleh optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil. Namun, ketidakpastian mengenai kasus korupsi di Pertamina masih menjadi salah satu faktor yang membatasi potensi kenaikan IHSG lebih lanjut.
Proses Hukum dan Implikasi Terhadap Ekonomi
Kasus korupsi yang sedang diselidiki ini memiliki potensi untuk merusak citra sektor energi Indonesia. Bergantung pada perusahaan-perusahaan seperti Pertamina untuk menjaga pasokan energi domestik. Pemerintah telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memberikan hukuman yang setimpal bagi pihak-pihak yang terbukti bersalah.
Namun, dampak jangka panjang dari kasus ini akan bergantung pada hasil penyelidikan yang sedang berlangsung. Jika benar ada bukti yang cukup untuk membawa pejabat Pertamina ke pengadilan, hal ini bisa menjadi preseden yang berdampak pada sektor BUMN lainnya. Di sisi lain, jika perusahaan mampu menyelesaikan masalah hukum ini dengan baik. Hal ini dapat memperkuat kembali posisi mereka di pasar.
“Kasus korupsi ini harus diselesaikan dengan transparansi dan cepat agar tidak semakin merusak kepercayaan publik terhadap PT Pertamina dan BUMN secara umum. Jika pemerintah bertindak tegas dan perusahaan dapat menunjukkan komitmennya untuk memperbaiki sistem internal. Maka pemulihan bisa lebih cepat terjadi,” kata Andi Setiawan, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia.