Jakarta, 14 Februari 2025 – Indonesia mengambil langkah tegas dalam mendorong inklusivitas dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) bagi negara berkembang. Melalui berbagai forum internasional, Indonesia menekankan pentingnya agar teknologi AI tidak hanya dimanfaatkan oleh negara-negara maju. Tetapi juga dapat diakses dan dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang. Hal ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, dalam salah satu konferensi internasional yang membahas pengembangan dan etika AI, yang berlangsung di Jakarta pada Selasa (13/2).
Dalam konferensi tersebut, Plate mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi AI saat ini sangat pesat. Dapat membawa dampak besar bagi berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga perekonomian. Namun, Plate menekankan bahwa kesenjangan akses terhadap teknologi ini dapat memperburuk ketimpangan global. Oleh karena itu, Indonesia berkomitmen untuk memastikan bahwa negara berkembang memiliki akses yang setara terhadap teknologi AI yang dapat mempercepat kemajuan mereka.
Mengapa Inklusivitas AI Penting bagi Negara Berkembang?
Teknologi AI memiliki potensi untuk merevolusi berbagai sektor kehidupan. Namun kemajuan tersebut sering kali terpusat di negara-negara dengan infrastruktur digital yang maju. Hal ini menciptakan ketimpangan dalam akses teknologi, di mana negara berkembang kesulitan untuk berkompetisi dalam pengembangan dan penerapan teknologi canggih ini.
Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang terbesar di Asia, menyadari pentingnya mempercepat inklusi digital dan menghilangkan kesenjangan tersebut. AI diharapkan dapat menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi dalam berbagai sektor, termasuk agrikultur, pendidikan, dan layanan kesehatan. Misalnya, dalam sektor pertanian, AI dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas petani dengan menganalisis data cuaca dan pola tanah yang lebih akurat. Dalam sektor kesehatan, AI dapat membantu dalam diagnosis penyakit dan pengelolaan data medis.
“Sebagai negara berkembang, kami ingin memastikan bahwa Indonesia dan negara-negara lain yang serupa tidak tertinggal dalam revolusi teknologi ini. Teknologi AI harus dapat diakses oleh semua negara, bukan hanya negara maju yang sudah memiliki infrastruktur digital yang lebih baik.” Ungkap Johnny G. Plate dalam sambutannya.
Tantangan yang Dihadapi Negara Berkembang dalam Mengakses AI
Salah satu tantangan utama yang dihadapi negara berkembang adalah keterbatasan infrastruktur teknologi yang memadai. Tanpa akses yang cukup terhadap perangkat keras dan perangkat lunak AI, negara-negara ini sulit untuk mengembangkan dan menerapkan solusi berbasis AI yang dapat mempercepat kemajuan mereka. Selain itu, keterbatasan dalam hal sumber daya manusia yang terlatih di bidang AI juga menjadi hambatan besar.
Menurut data dari Bank Dunia, hanya sekitar 1% dari populasi tenaga kerja di negara berkembang yang memiliki keterampilan dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sementara negara maju mencapai angka lebih dari 10%. Oleh karena itu, Plate juga menekankan pentingnya pelatihan dan pendidikan teknologi untuk mempersiapkan generasi muda negara berkembang. Agar dapat berpartisipasi dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi AI.
Dalam rangka mengatasi tantangan ini, Indonesia mendukung upaya kolaborasi internasional yang dapat memberikan pelatihan dan transfer pengetahuan, terutama dalam bidang AI, bagi negara-negara berkembang. Indonesia juga mengusulkan pembentukan program khusus yang dapat mendukung transfer teknologi dan keterampilan dalam pengembangan AI yang inklusif.
Kebijakan dan Langkah Strategis Indonesia dalam Mendukung Inklusivitas AI
Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan inklusivitas dalam pengembangan teknologi AI, Indonesia telah meluncurkan berbagai kebijakan strategis. Salah satunya adalah program “Smart Indonesia 2025,” yang bertujuan untuk mempercepat transformasi digital di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Melalui program ini, Indonesia bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah negara maju dan lembaga internasional. Untuk memastikan akses yang lebih luas terhadap teknologi canggih.
Selain itu, Indonesia juga aktif dalam forum-forum internasional yang membahas etika dan regulasi AI, seperti G20 dan ASEAN, untuk mendorong pengembangan kebijakan yang mendukung inklusivitas. Plate menambahkan, “Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai negara dan organisasi internasional untuk merumuskan regulasi yang adil dan merata bagi semua pihak, terutama negara berkembang.”
Keuntungan Inklusivitas AI bagi Negara Berkembang
Inklusivitas AI dapat memberikan berbagai keuntungan bagi negara berkembang. Salah satunya adalah peningkatan produktivitas di berbagai sektor industri. Dengan akses yang lebih baik terhadap teknologi AI, negara berkembang dapat meningkatkan efisiensi dalam produksi dan pelayanan publik, yang pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, AI juga dapat digunakan untuk menciptakan solusi sosial yang inovatif, seperti program kesehatan berbasis data atau pendidikan jarak jauh yang lebih terjangkau dan efektif. Dengan AI, negara berkembang dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya secara signifikan.
Pendidikan yang berbasis AI juga berpotensi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan berkualitas. Platform pembelajaran berbasis AI dapat menyediakan materi yang lebih personal dan adaptif, sehingga membantu siswa belajar lebih efektif, meskipun di daerah yang terpencil atau kekurangan sumber daya.